*** Assalaamu'alaikum *** Selamat Datang di Rumah Maya Kami *** Yoroshiku Onegaishimasu ***

Jumat, 12 Juni 2009

Sulit Punya Anak, Istri Mandul Penyebabnya?

Setidaknya kondisi ini yang masih menjadi bahasan banyak orang khususnya bagi mereka yang sangat awam mengenai ilmu kedokteran dan kesehatan. Tidak sedikit kasus perceraian terjadi yang di picu oleh tidak hadirnya buah cinta diantara pasangan yang menikah. Apakah keadaan ini hanya terjadi karena sang istri yang bermasalah (mandul), ataukah kedua-duanya yang bermasalah. Atau bahkan mungkin saja pihak suami ternyata yang bermasalah. Celakanya lagi, saat sang suami memutuskan untuk poligami dengan tidak meninggalkan istri pertama, kemudian hadirlah anak yang dinanti-nanti dari pernikahan yang berikutnya. Istri pertama menjadi sangat menderita karenanya dan sulit untuk tidak menyalahkan diri sendiri akan kemandulan yang telah tertanam dalam fikirannya.

Dalam tulisan ini saya akan mencoba berbagi ilmu yang saya ketahui sehubungan dengan masalah rumah tangga terkait dengan sulitnya memiliki keturunan yang dapat berakibat fatalnya sebuah rumahtangga yang harmonis.

Infertilitas atau dalam bahasa awam lebih dikenal dengan 'kemandulan' adalah sebuah keadaan dimana pasangan yang telah menikah selama satu tahun dengan melakukan hubungan seks secara teratur, 2 hingga 3 kali perminggu dengan tanpa alat atau zat apapun yang dapat mencegah terjadinya kehamilan (memakai alat kontrsepsi),namun tetap tidak dikaruniai anak. Pada dasarnya ada dua jenis infertilitas, primer maupun sekunder. Infertilitas primer adalah sesuai dengan definisi di atas, sedangkan infertilitas sekunder adalah kondisi dimana istri telah mengalami kehamilan, kemudian untuk kehamilan berikutnya sulit didapat. Kehamilan yang dimaksud adalah dapat berakhir dengan lahirnya bayi atau terjadinya keguguran.

Untuk proses terjadinya fertilisasi (pembuahan) sehingga berbuah kehamilan, kedua belah pihak, dalam hal ini suami dan istri memiliki peran yang sama pentingnya. Pada pihak suami, tentunya kualitas dan kuantitas spermatozoa menjadi peran yang sangat penting, yang dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium yang terstandarisasi sesuai arahan World Health Organization (WHO).Volume normal untuk sperma yang diejakulasikan saat hubungan tidak boleh kurang dari 2 – 6 mililiter. Dengan jumlah minimum per mililiternya adalah 20 juta.Sehingga total spermatozoa minimal yang diperlukan adalah 40 juta / ejakulat (dalam satu kali ejakulasi), sekalipun hanya satu sperma saja yang dibutuhkan untuk terjadinya kehamilan. Selanjutnya kualitas spermatozoa haruslah mencapai motilitas minimal 60 % (kemampuan bergerak spermatozoa dengan arah lurus dan dalam kecepatan tertentu) dan bentuk kepala normal spermatozoa adalah 30 %, karena pada kenyataannya tidak semua spermatozoa memiliki morfologi (bentuk) yang normal. Ditambah lagi dengan tidak adanya penggumpalan antara spermatozoa yang satu dengan yang lain, akan memberikan efek gerakan yang lebih baik lagi. Bayangkan kalau jumlah spermatozoa normal, namun semua dalam kondisi menggumpal satu dengan yang lain, terjadi pertautan antara kepala spermatozoa yang satu dengan kepala spermatozoa yang lain, atau ekor spermatozoa yang satu dengan ekor spermatozoa yang lain, atau juga terjadi pertautan antara kepala dengan ekor spermatozoa yang satu dengan yang lain, hal ini tentunya akan membuat keadaan sulitnya spermatozoa bergerak untuk mencapai sel telur (ovum). Sebagai informasi tambahan bahwa spermatozoa terbagi atas: bagian kepala, leher dan ekor.

Gambar 1. Spermatozoa

Gerak spermatozoa sangat dipengaruhi oleh kemampuan ekor bergerak dengan adanya asupan energi (ATP) dari leher spermatozoa. Masih banyak lagi hal – hal yang dapat mempengaruhi kualitas maupun kuantitas spermatozoa yang dapat mempengaruhi seorang suami dapat membuahi sel telur istri, seperti kelainan pada organ reproduksi, kelainan hormonal, penyakit kelamin dan lainnya.

Pada pihak istri, yang tentunya merupakan bagian dari kedokteran bidang obstetri dan ginekologi, tidak sedikit pula hal – hal yang dapat mempengaruhi seorang istri dapat mengalami kehamilan. Mulai dari kondisi organ reproduksi, keadaan sel telur, pengaruh hormonal bahkan penyakit – penyakit pada organ reproduksi wanita seperti mioma, kista dan lain-lain adalah beberapa hal yang sangat berperan. Kondisi haid tidak teratur merupakan petunjuk adanya gangguan hormonal dalam tubuh wanita. Estrogen dan progesteron adalah dua hormon yang perannya sangat penting untuk proses menstruasi, juga berperan penting pada masa kesuburan seorang wanita sehingga sel telur siap dibuahi. Bentuk rahim yang arahnya ke belakang menjadi faktor sulitnya sel spermatozoa memasuki ruang untuk bertemunya dengan sel telur. Kadar asam basa wilayah kewanitaan wanita juga menjadi faktor yang tidak boleh dilupakan. Apabila semua hal dalam kondisi baik, ternyata bentuk dan besar ukuran dari sel telur pun mempunyai peranan yang sangat penting sebelum sel sperma menembus dinding sel telur untuk proses pembuahan.Sehingga sangat banyak hal – hal yang mempengaruhi kesuburan dari seorang wanita.

Dari uraian diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa untuk terjadinya sebuah kehamilan, maka di butuhkan kondisi terbaik dari kedua belah pihak, istri maupun suami. Tidak bisa menyalahkan hanya pada salah seorang dari keduanya. Pernahkah terpikir oleh kita, apabila suami dalam keadaan baik dan normal, pihak istri pun sangat mendukung terjadinya kehamilan, dengan tanpa adanya masalah hormonal, penyakit kewanitaan, bentuk organ yang baik, lalu apa yang menjadi sulitnya pasangan memiliki keturunan? Apabila kita membagi faktor infertilitas, maka ada beberapa pembagiannya.
  • 1. Faktor suami, dalam hal ini permasalahan tertumpu pada pihak suami, sedangkan istri didiagnosis sehat dan tidak bermasalah. Angka ini mencapai 20 – 30 %
  • 2. Faktor istri, dalam hal ini permasalahan berada pada pihak istri, dimana suami dalam keadaan sehat dan siap untuk membuahi kapan pun. Angka ini mencapai 30 – 40 %
  • 3. Faktor suami dan istri, artinya bahwa kedua belah pihak bermasalah. Kedua-duanya harus menjalani pemeriksaan dan pengobatan paripurna. Angka ini mencapai 40 – 50 %.Angka yang cukup tinggi
  • 4. Faktor idiopatik (tidak diketahui). Artinya bahwa kedua belah pihak dalam keadaan normal dan sehat, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tidak akan masalah untuk memiliki keturunan. Pada kenyataannya ternyata pada faktor ini, terjadi penolakan tubuh istri terhadap sperma suami yang berakibat sperma sebaik apapun kualitas maupun kuantitas,tidak akan pernah dapat membuahi sel telur. Hal ini wajar terjadi, mengingat setiap benda asing yang berusaha masuk kedalam tubuh seseorang, maka tubuh berupaya melakukan perlawanan agar tubuh tidak sakit. Apabila penolakan ini terjadi untuk kuman, baik bakteri, virus, jamur dan kuman patogen lainnya, maka hal ini akan menguntungkan tubuh orang tersebut, karena akan terhindar dari penyakit. Permasalahan yang ada bahwa spermatozoa juga termasuk benda asing untuk istri, sekalipun itu dari suami yang secara sah menikahinya yang mengakibatkan tidak akan terjadi kehamilan, karena sperma yang berusaha bertemu dengan sel telur selalu dihempaskan hingga kehamilan tak kunjung tiba. Namun dalam kenyataannya memang nilai penolakan selalu berubah secara fluktuatif, artinya tidak selamanya penolakan terjadi secara statis. Pada saat penolakan mengalami penurunan, maka kehamilan akan dapat terjadi. Pertanyaannya, kapankah penolakan seorang istri turun? Jawaban yang sulit untuk dicari, mengingat hanya pemeriksaan laboratorium sajalah yang dapat menjelaskan kapan kiranya penolakan istri mengalami penurunan. Terapi imunisasi sel darah putih suami telah menjadi pengobatan spesifik untuk mengatasi masalah tersebut, sekalipun masih ada kontroversi dalam bidang kedokteran untuk imunoterapi ini. Bahkan terapi tersebut dapat mengobati pada mereka yang mengalami keguguran berulang, sehingga kehamilan berikut akan menjadi aman.


Melihat uraian di atas, maka tidak wajar kalau seorang suami hanya menyalahkan pihak istri sebagai penyebab sulitnya memiliki anak. Alangkah baiknya mereka berkonsultasi bersama untuk mencari pemecahannya. Dalam mencari pengobatan pun jangan samapi salah kaprah. Untuk pihak istri dapat mengunjungi dokter bidang kebidanan, sedangkan puhak suami harus mengunjungi dokter andrologi, yang ruang lingkup ilmunya pada reproduksi pria. Sekali lagi bagi para suami, waspadalah terhadap kesulitan memiliki keturunan, karena jangan-jangan andalah penyebabnya.

Oleh dr. Lutfi Hardiyanto
Staf Departemen Biologi Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Doctoral student at Hyogo College of Medicine

5 komentar:

  1. Ajkk Pak Dokter atas uraian yang cukup panjang dan jelas. Soal infertilitas ini memang harusnya ada kerjasama dari kedua belah pihak (suami-isteri) sehingga dapat dicari solusi yang terbaik.

    BalasHapus
  2. Hmm ... bgmn bisa mghasilakn spermatozoa lebih dr 40 jt ya ? ...

    BalasHapus
  3. Amiin Umi Rina yang telah membaca uraian tersebut. Insyaalloh Umi Rina dan Papa Imam sudah melewati fase permasalahan tersebut ( atau memnag tidak pernah mengalaminya ya...hehehe, secara dah 4 gitu loh... ). Bila ada sanak saudara atau siapapun yang mau berkonsultasi, isnyaalloh siap dibantu bia japri. Ajzkh.

    BalasHapus
  4. Buat Cak Im...Kalau badan kita sehat wal'afiat, isnyaalloh 40 juta sperma tentu akan bisa dijumpai dalam diri kita. Namun kualitas juga menjadi pertanyaan, kr yang paling dominan dalam membuahi justru terletak pada kualitas geraknya. Jangan sampai ada istilah 'banyak tapi loyo'..mendingan 'sedikit tapi trengginas'..maa huwa??? hehehe...

    BalasHapus
  5. siap siap jadi yg trengginas tapi ga pake gannas

    BalasHapus