*** Assalaamu'alaikum *** Selamat Datang di Rumah Maya Kami *** Yoroshiku Onegaishimasu ***

Sabtu, 03 Juli 2010

CUT NYAK DIEN DAN CUT TARI

Cut Nyak Dien
Sepertinya saya  mengada-ada merendengkan dua nama tersebut,tetapi sebenarnya ada beberapa persamaan dua wanita yang disebut di atas. Sudah pasti keduanya wanita,sama berdarah Aceh,dan sama terkenal di usia muda. Cut Nyak Dien sudah memimpin pertempuran dahsyat melawan Belanda di usia 30 tahun sejak suaminya tewas oleh Belanda. Dan bertahun tahun memimpin pertempuran melawan Belanda, bahkan sampai wafatnya di Sumedang
1908, dia tidak pernah menyerah melawan penjajah Belanda. Sedangkan Cut Tari Aminah Anasya, biasa dipanggil Cut Tari
(lahir di Jakarta, 1 November 1977; umur 32 tahun) adalah seorang pembawa acara dan pemain sinetron Indonesia. Pernah menjadi juara Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) tingkat RW.Cut Tari saat ini menjadi sangat terkenal se-Indonesia, mungkin melebihi popularitas Cut Nyak Dien. Namun sungguh jauh sekali nilai popularitas dan prestasi kedua wanita ini. Cut Nyak Dien terkenal dan dikenang sepanjang masa karena kemampuannya memimpin pertempuran melawan penjajah Belanda,dan namanya tetap harum sampai sekarang,dijadikan nama jalan di berbagai kota.Namun sayang sekali Cut tari terkenal karena “pertempuran” yang tidak ladzim. Lepas benar atau tidak  itu pelakunya dia, yang jelas dia mejadi sangat terkenal,dan orang sangat meyakininya, menurut kabar polisi tinggal menunggu waktu pengakuannya saja..
        Kemarin saya sempat ke tanah rencong, Nangroe Aceh Darussalam, ternyata masyarakat di sana pun geger, bahkan gurauan supir taksipun, kalau melihat wanita berbaju ketat (meski berjilbab),dan keliatan agak genit.mereka mengatakan “Pak ada Cut tari tuh”. Saya berpikir, ternyata sulit sekali memperbaiki nama kalau sudah hancur. Nama cut tari di aceh menjadi ikon wanita yang seperti itu,kasian sebenarnya,tapi itulah sulitnya kalau nama sudah rusak.Yang lebih menguatirkan lagi adalah kalau perilakunya ditiru oleh para CUT yang masih remaja....Naudzubil lah min dzalik.
       Untuk itu buat para wanita sholihat ada sebuah permisalan seperti ini “ Wanita itu ibarat buku yang dijual di toko buku. ” Begini asosiasinya. . di suatu toko buku, banyak pengunjung yang datang untuk melihat-lihat buku. Tiap pengunjung memiliki kesukaan yang berbeda-beda. Karena itulah para pengunjung tersebar merata di seluruh sudut ruangan toko buku. Ia akan tertarik untuk membeli buku apabila ia rasa buku itu bagus, sekalipun ia hanya membaca sinopsis ataupun referensi buku tersebut. Bagi pengunjung yang berjiwa pembeli sejati, maka buku tersebut akan ia beli. Tentu ia memilih buku yang bersampul, karena masih baru dan terjaga. Transaksi di kasirpun segera terjadi. ”
 “Nah, bagi pengunjung yang tidak berjiwa pembeli sejati, maka buku yang ia rasa menarik, bukannya ia beli, justru ia mencari buku dengan judul sama tapi yang tidak bersampul. Kenapa? Kerena untuk ia dibaca saat itu juga. Akibatnya, buku itu ada yang terlipat, kusam, ternoda oleh coretan, sobek, baik sedikit ataupun banyak. Bisa jadi buku yang tidak tersampul itu dibaca tidak oleh seorang saja. Tapi mungkin berkali-kali, dengan pengunjung yang berbeda tetapi berjiwa sama, yaitu bukan pembeli sejati alias pengunjung iseng yang tidak bertanggung jawab. Lama kelamaan, kasianlah buku itu, makin kusam hingga banyak yang enggan untuk membelinya” “Wanita itu ibarat buku. Jika ia tersampul dengan jilbab, maka itu adalah ikhtiar untuk menjaga akhlaknya. Lebih-lebih kalau jilbab itu tak hanya untuk tampilannya saja, tapi juga menjilbabkan hati.. Subhanallah. .!

Pengunjung yang membeli adalah ibarat suami, laki-laki yang telah Allah siapkan untuk mendampinginya menggenapkan 2/3 agamaNya. Dengan gagah berani dan tanggung jawab yang tinggi, ia bersedia membeli buku itu dengan transaksi di kasir yang diibaratkan pernikahan dengan ijab Qobulnya. Sedangkan Pengunjung yang iseng, yang tidak berniat membeli, ibarat laki-laki yang kalau zaman sekarang bisa dikatakan suka pacaran doang,menguak- nguak kepribadian dan kehidupan sang wanita hingga terkadang membuatnya tersakiti, merintih dengan tangisan, hingga yang paling fatal adalah ternodai dengan free-sex seperti banyak dialami wanita yang tersesat itu. Padahal tidak semua toko buku berani menjual buku-bukunya dengan fasilitas buku tersampul. Maka, tentulah toko buku yang menjual buku bersampul itu adalah toko buku pilihan. Toko itu ibarat lingkungan, yang jika lingkungan itu baik maka baik pula apa-apa yang ada didalamnya. ” Dibutuhkan sekampung untuk membina seorang anak menjadi baik, tapi sebaliknya cukup 1 orang untuk merusakkan remaja negara ini.

Menjadi wanita adalah amanah. Bukan amanah yang sementara, tapi amanah sepanjang usia ini ada. Karena dari rahimnya bisa terlahir manusia semulia Rasulullah SAW atau manusia sehina Fir’aun. (sumber: Tito Irawan)



1 komentar: